Jumat, 12 Februari 2010

Bekasi adalah Rumahku

Mm...topik ini sedang seru dibahas oleh beberapa teman dekat saya. Entah mengapa tiba-tiba saja Bekasi menjadi topik yang hangat dibicarakan. Usut punya usut ternyata blogger bekasi sedang mengadakan lomba foto dan lomba blog. Wow, satu kemajuan yang pesat. Bukan saya mau meninggikan Pak Walikota dan aparatnya serta pengurus blog, tapi ini sepengetahuan saya saja, sebagai blogger yang bisa dikata cukup aktif, baru kali ini ada pemerintah daerah yang peduli dengan blogger.

Apalagi saya tahu dari rekan saya bagaimana perjuangan tim blogger untuk menyukseskan acara peresmian blogger bekasi dimana ia harus berjuang untuk memperoleh ijin dari kepolisian menyangkut mengadakan kegiatan yang menggundang khayalak ramai. Sampai-sampai teman saya berani ‘cuti’. Wow betapa ia cinta bekasi. Lantas bagaimana dengan saya?

Saya cinta bekasi? Tentu saja. Ini bukan hanya manis di mulut dan indah di kata. Jujur saya cinta bekasi dengan hiruk pikuk, dengan banjirnya, dengan macetnya bahkan dengan julukan tempat buang sampah yang sejak saya tinggal di bekasi, tahun 1988 julukan itu sangat lekat dan terus teringat. Padahal saat itu saya masih usia tujuh tahun. Tapi itulah anak-anak akan ingat hal yang begitu berkesan....bagaimana tidak, masa saya tinggal di tempat pembuangan sampah?

Saat itu saya hanya bisa diam. Namanya juga anak kecil, tapi seiring waktu, semakin saya besar, saya semakin percaya diri kalau ditanya tinggal dimana? Dengan lantang saya jawab BEKASI. Hehehe bukan hanya lantang tapi saya juga menantang orang yang bertanya itu, lo tau bekasi ndak? Jangan cuma bilang Bekasi itu jauhhhhh, bekasi itu banjir, bekasi itu macet dan bekasi itu ujung dunia....walah terlalu hiperbolis ah.

Apalagi saya masih ingat jaman kuliah di daerah Senayan, dimana pertama kali masuk pertanyaan yang sering terdengar adalah tinggal dimana? Dan kalau melihat ekspresi muka orang yang mendengar jawabab BEKASI, ingin rasanya saya tertawa. Dalam hati saya, udah tahu jawaban kalian.
Tapi saya belajar mencintai tempat tinggal saya. Karena menurut pesan almr. Opung, Cintailah dimana kamu berpijak dan tinggal karena disitulah kebesaran hatimu.

Ya, saya cinta bekasi. Sewaktu kuliah dengan bangga saya bilang, saya tinggal di Bekasi, akses transportasinya sangat mudah. Meski harus ke pusat kota, tapi urusan bis, banyak. Tidak percaya, mampir saja ke terminal blok M, patas mayasari AC hingga non AC banyakk. Uniknya meski tergolong banyak, tetap saja harus banyak orang yang rela bergelantungan. Artinya Bekasi meksi jauh banyak yang mencintai bukan. Toh ternyata banyak yang tinggal di Bekasi.

Saya cinta Bekasi karena dari Bekasilah saya belajar menjadi orang yang percaya diri. Bagaimana tidak sakit hati, marah kalau dibilang tempat tinggal kita bak pelosok yang tak tersentuh (pada era tahun 80an). Tapi saya belajar, siapa lagi yang tidak mencintai rumahnya sendiri kalau bukan saya.

Tahun demi tahun saya belajar untuk mantab mengatakan saya ini orang BEKASI. Dan tahun demi tahun pula saya merasakan banyak perubahan, meski ada satu perubahan dan dua perubahan...ups boleh dong sebagai warga yang cinta bekasi protes juga. Yakni jalan macet dan banjir.

Macet. Sepertinya bukan hanya Bekasi saja yang macet bukan? Hayo saya tantang kalian, daerah mana yang tidak macet?
Malah buat saya kemacetan itu sebuah tantangan, bagaimana kita mengatur kesabaran, mencoba menikmati jalan, bahkan belajar menjadi orang yang punya empati tinggi.

Hidup ini kan perjuangan. Dan macet bagi saya adalah sebagaian kecil dari perjuangan itu. Kalau pintar mengatur waktu, misal seperti ibu saya, seorang guru yang mengajar di Grogol, rela berangkat jam5 dan hasilnya tidak terlambat untuk membagikan ilmu ke murid-muridnya.

Atau, saat macet, saya kalau tidak ketiduran senang sekali melihat pemandangan, meski yang saya lihat hanya mobil, bis tapi saya menikmati hal itu. Dalam hati saya, ow tidak hanya saya yang mengalami macet, tapi juga mereka...artinya inilah hidup.

Tapi meski begitu, mungkin yang belum saya berikan ruang toleransi adalah banjir.....! Duh, kok iso toh. Jangan mentang-mentang saya tinggal di kompleks Angkatan Laut, eh kok air sering berkunjung ke rumah tanpa ijin.
Saya ingat betul, jaman dibangku sekolah dasar, saya begitu menikmati banjir bisa main air bebas. Tapi lambat laun saya suka sebal...kok dikit dikit banjir.
Jadi kalau orang tanya, kamu tinggal di Bekasi yang banjir? Mau tidak mau saya katakan iya dengan muka menunduk.

Untuk hal ini saya tidak berani membusungkan dada dan bangga saya tinggal di Bekasi. Saya akui tidak mudah untuk membenahi kota apalagi dengan semakin banyaknya warga yang tinggal di Bekasi, pastinya Pekerjaan Rumah yang besar untuk Pak Walikota. Tapi buat saya, hal ini pasti bisa teratasi asalkan saya dan juga Anda (pembaca blog ini) mau sedikit berbagi, berbagi kepedulian untuk mencintai rumah sendiri, mencintai Bekasi. Caranya mudah saja, menjaga kebersihan lingkungan, menjadi got tidak dengan sampah dan tentu saja memberikan sedikit halaman untuk rumput hijau atau pohon mangga agar ada serapan air.

Mudah? Semua tergantung dari Anda. Bagi saya mudah, karena ayah saya adalah contohnya. Di rumah ada pohon mangga dan sedikit halaman penuh dengan tanaman dan ia rajin membersihkan got. Kata ayah saya,” belajar untuk menghargai rumah sendiri, mencintai rumah sendiri dimana kamu tinggal agar kelak ketika kamu keluar dari rumah, cinta itu masih melekat.”

Saya sekarang memang tidak tinggal di Bekasi karena mengikut suami, tapi benar, cinta itu sudah lekat. Saya cinta Bekasi karena Bekasi mengajarkan saya tentang kesabaran, berbagi, kemandirian dan belajar untuk terus berjuang bak seorang patriot. Bekasi adalah rumahku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar