Senin, 25 April 2011

saat cangkir teh itu mulai kosong

Satu sore di sebuah taman bermain

Sore, selalu menjadi saat dimana aku menikmati waktu untuk pergi ke taman
duduk di sudut sebuah kafe tua yang kental dengan aroma teh yang membuat ku jatuh cinta.
aku jatuh cinta pada aroma teh dan sudut ruangan dimana aku bisa melihat banyak hal di taman itu.

Seperti sore ini, aku begitu menikmati udara bersahabat, sisa terik matahari menjelang sore memang begitu menyenangkan. Seperti, bocah kecil dengan kunciran dua di rambutnya. Selalu hangat menyapa ku. " Tante, mau minum teh ya. Duduk di tempat yang sama ya. Jangan lupa liat aku main ayunan ya." sapa bocah kecil itu, setiap kali kaki ku menuju pintu masuk kafe tua.

Tak banyak kata atau kalimat yang keluar dari mulutku. Bahkan sering aku hanya mengelus rambutnya yang halus, seperti rambut anak ku. Pff...tiba tiba saja rasa rindu ini mengalir begitu deras. aku memang selalu merindukan buah hatiku yang kini hanya menjadi rindu saja.

Tidak ada yang pernah menduga kehidupan ini, saat bahagia, saat berduka atau bahkan saat hati merasa teriris oleh sebuah kekecewaan dan sakit hati. Tidak ada yang pandai membuat skenario kehidupan. Tidak seperti membuat teh, jika pas takaran gula dan cara menyuguhkan teh, rasanya teh itu begitu sempurna.

Sore itu, aku mulai menikmati secangkir teh aroma mint. Sore itu, aku tidak ingin melakukan banyak hal. Aku memang sengaja tidak membawa laptop dan juga kertas buram serta pensil, seperti biasanya. Sore itu, aku hanya ingin menikmati secangkir teh dan melamun, menerbangkan pikiran jauh ke awan.

Dan tiba-tiba saja lamunanku berhenti, saat aku melihat bocah kecil itu terjatuh. Aku melihat raut mukanya meringgis, air matanya seperti tertahan. Tangan mungilnya mulai membersihkan serpihan kotoran di lututnya. Aku melihat semuanya, namun aku tidak beranjak untuk menolong. aku terlalu asyik dengan melihat. Sampai bocah itu berlalalu dari taman itu dan aku pun meneguk sisa teh dan menghela nafas panjang.

Ternyata aku masih tidak dapat melupakan penyesalanku atas sebuah pilihan hidup. atas sebuah tanggung jawab hidup bahkan untuk sebuah kebahagian yang harusnya aku perjuangkan. karena aku lebih memilih mengakhiri dan menutup semua demi sebuah kemenangan egoisme. Sampai aku pun mengorbankan kebahagian buah hatiku untuk sebuah kemenangan atas kemerdekaan hati.

Dan saat cangkir teh itu mulai kosong, aku tersadar bahwa aku seorang diri untuk saat ini dan selamanya.